Pengukuran
Kerangka Dasar Horizontal
Untuk mendapatkan hubungan mendatar titik - titik yang
diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan pengukuran mendatar
yang disebut dengan istilah pengukuran kerangka dasar Horizontal. Jadi untuk
hubungan mendatar diperlukan data sudut mendatar yang diukur pada skafa
lingkaran yang letaknya mendatar. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar
horizontal adalah :
- Metode Poligon
- Metode Triangulasi
- Metode Trilaterasi
- Metode kuadrilateral
- Metode Pengikatan ke muka
- Metode Pengikatan ke belakang cara Collins dan Cassini
Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan di cari
koordinatnya terletak memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon).
Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan
kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris
(X,Y) titik - titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti
salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang
lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon
merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan
mudah menyesuaikan diti dengan keadaan daerah/lapangan. penentuan koordinat
titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim
tertentu, haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik
triangulasi atau titik - titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi
yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu
titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai
sebagai acuan untuk titik - titik lainya.
Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat
Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai
sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal
Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan
arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya
dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
- Hasil hitungan dari koordinat titik - titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya.
- Hasil pengamatan astronomis (matahari).
Pada salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke
matahari dari titik yang bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth
kesalah satu poligon tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth
matahari).
Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua
titik kontrol perlu diukur di lapangan.
Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang
terdapat (ada alat ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat
dan alam di usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian,
yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :
Poligon berdasarkan visualnya :
- poligon tertutup
- poligon terbuka
- poligon bercabang
Poligon berdasarkan geometriknya :
- poligon terikat sempurna
- poligon terikat sebagian
- poligon tidak terikat
Untuk mendapatkan nilai sudut - sudut dalam atau sudut-sudut
luar serta jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau
diukur di lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat
ketelitian tinggi.
Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan dicari
koordinatnya terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon).
Metode poligon merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan
karena memperhitungkaan bentuk kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di
tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon
merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada
daerah yang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km).
Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan
dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik – titik rujukan
maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan
kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan
dalam menyusun ketentuan poligon kerangka dasar.Tingkat ketelitian umum
dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem
koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan lapangan
pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik
di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang penempatan titik.
Triangulasi digunakan apabila daerah pengukuran mempunyai
ukuran panjang dan lebar yang sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini
sudut yang diukur adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga. Metode Triangulasi.
Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa oleh
Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan Belanda
ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya menggunakan cara
triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini
telah mencakup pulau Jawa dengan datum Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra
dengan datum Padang, Sumatra Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur
Sumatra dengan datum Serati, kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan
datum Gunung Genuk, pulau Bangka dengan datum Gunung Limpuh, Sulawesi dengan
datum Moncong Lowe, kepulauan Riau dan Lingga dengan datumGunung Limpuh
dan kalimantan Tenggara dengan datum Gunung Segara. Posisi horizontal (X,
Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator, sedangkan posisi
horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan pemeriksaan ke titik
triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik triangulasi buatan
Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang, dari cakupan luas paling
teliti dengan jarak antar titik 20 - 40 km hingga paling kasar pada cakupan 1 -
3 km.
Selain
posisi horizontal (X Y) dalam sistem proyeksi Mercator, titik-titik triangulasi
ini juga dilengkapi dengan informasi posisinya dalam sistem geografis (j,I) dan
ketinggiannya terhadap muka air laut rata-rata yang ditentukan dengan cara
trigonometris.
Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Primer
- Sekunder
- Tersier
Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga buah bentuk
geometrik dasar triangulasi, yaitu :
- Rangkaian segitiga yang sederhana cocok untuk pekerjaan - pekerjaan dengan orde rendah untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi - sisi segitiga sama panjang.
- Kuadrilateral merupakan bentuk yang terbaik untuk ketelitian tinggi, karena lebih banyak syarat yang dapat dibuat. Kuadrilateral tidak boleh panjang dan sempit.
- Titik pusat terletak antara 2 titik yang terjauh dan sering di perlukan.
Trilaterasi digunakan apabila daerah yang diukur ukuran
salah satunya lebih besar daripada ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian
segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah semua sisi segitiga. Metode
Trilaterasi yaitu serangkaian segitiga yang seluruh jarak - jaraknya di ukur di
lapangan.
Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh suatu titik
sentral atau titik pusat. Pada titik pusat tersebut terdapat beberapa buah
sudut yang jumlahnya sama dengan 360 derajat.
Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari
dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik
lain di lapangan tempat berdiri target (rambu ukur, benang, unting - unting)
yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara kedua titik
yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk
absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa
diperofeh dari tapangan.
Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran
sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari
sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah
satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar
segitinya.
Metode pengukuran Collins dan Cassini merupakan salah satu
metode dalam pengukuran kerangka dasar horizontal untuk menentukan koordinat
titik - titik yang diukur dengan cara mengikat ke belakang pada titik tertentu
dan yang diukur adalah sudut - sudut yang berada di titik yang akan ditentukan
koordinatnya. Pada era mengikat ke belakang ada dua metode hitungan yaitu
dengan cara Collins dan Cassini.
Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada
cara perhitungannya, cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun
pada metode Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang
dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan
bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena
teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang.
Pengikatan kebelakang metode Collins merupakan model perhitungan yang berfungsi
untuk mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik
koordinat lain yang sudah diketahui.
Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins,
alat theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui
koordinatnya. Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur
melalui titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih
dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C. Pertama titik P
diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu
diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu
lingkaran dengan jari - jari tertentu, sehingga titik C berada di luar
lingkaran.
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil
penarikan garis P terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan
potongannya akan berupa titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali
busur. Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik
penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta
sudut-sudut yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat diketahui.
- titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah diketahui.
- titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya.
- titik H adalah titik penolong collins yang dibentuk oleh garis P terhadap C dengan lingkaran yang dibentuk oleh titik-titik A, B, dan P.
Sedangkan Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang
yang menggunakan mesin hitung atau kalkulator. Pada cara ini theodolit
diletakkan diatas titik yang belum diketahui koordinatnya.
Pada cara perhitungan Cassini memerlukan dua tempat
kedudukan untuk menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada
titik - titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat garis yang melalui titik A
dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat kedudukan yang melalui
A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini pula membuat
garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap garis BC serta
memotong tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik tersebut diberi
nama titik S.
Sekarang hubungkan R dengan P dan S dengan P. Karena 4 BAR =
900, maka garis BR merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 900.
Karena ABCS= 900 maka garis BS merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga aBPR
= 900. Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S
merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, lebih dahulu
dicari koordinat - koordinat titik - titik penolong R dan S, supaya dapat
dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan
PB, dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat
titik P sendiri dari koordinat - koordinat titik B.
Metode Cassini dapat digunakan untuk metode penentuan posisi
titik menggunakan dua buah sextant. Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan
posisi titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang
ketentuan - ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan posisi titik
perum.
Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
dalam pengukuran penentuan posisi titik - titik pengukuran di perairan pantai,
sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik
bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik -
titik yang mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran.
Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran
Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi titik - titik ikat dan
pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan koordinat titik - titik
ikat juga perlu dilakukan pengukuran titik - titik detail untuk menghasilkan
yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah
pengukuran.Dalam pengukuran titik - titik detail prinsipnya adalah menentukan
koordinat dan tinggi titik - titik detail dari titik-titik ikat. Metode yang
digunakan dalam pengukuran titik - titik detail adalah metode offset dan metode
tachymetri. Namun metode yang sering digunakan adalah metode Tachymetri karena
Metode tachymetri ini relatif cepat dan mudah karena yang diperoleh dari
lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal (azimuth magnetis), sudut
vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang diperoleh dari
pengukuran tachymetri adalah posisi planimetris X, Y dan ketinggian Z
Metode offset adalah pengukuran titik - titik menggunakan
alat alat sederhana yaitu pita ukur, dan yalon. Pengukuran untuk pembuatan peta
cara offset menggunakan alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa
disebut cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah :
Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa
digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga kerangka
dasar untuk pemetaanyapun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang diperoleh
dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang
dipetakan.
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga
cara:
- Cara siku - siku (cara garis tegak lurus),
- Cara mengikat (cara interpolasi),
- Cara gabungan keduanya.
Metode tachymetri adalah pengukuran menggunakan alat - alat
optis, elektronis, dan digital. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai
dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik
bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di
tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan
pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode tachymetri
didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang
sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis
bidik miring karena adanya keragaman topografi, tetapi perpotongan benang
stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan jarak miring "direduksi"
menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.
Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan
rambu dipegang pada titik tertentu. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada
rambu ukur sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca sebesar a.
Perhatikan bahwa dalam pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah tinggi
garis bidik diukur dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum
seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri itu paling bermanfaat dalam penentuan
lokasi sejumlah besar detail topografik, baik horizontal maupun vetikal, dengan
transit atau planset. Di wilayah - wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak
dapat dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran dan pembuatan
sketsa oleh pencatat.
Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya bekerja atas
bekerja atas prinsip yang, sama sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh
pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi memakai sebuah
garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis horizontal lainnya pada
diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar perubahan sudut
vertikal. Kebanyakan alidade planset memakai suatu jenis prosedur reduksi
tachymetri.
Gambar 22. Pengukuran titik detail tachymetry